Jumat, 10 Juli 2009

askep ckb

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.


Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

Gegar kepala ringan

Memar otak

Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

2. Hipotensi sistemik

3. Hipoksia

4. Hiperkapnea

5. Udema otak

6. Komplikasi pernapasan

7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN

1. Epidural Hematoma

Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :

Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu

2. Subdural Hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital

3. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala :

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (<>

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS <>

Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Pemeriksaan Penujang

· CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

· MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

· Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

· Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

· X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

· BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

· PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

· CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

· ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

· Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial

· Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan

Konservatif:

· Bedrest total

· Pemberian obat-obatan

· Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:

1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak

2. Mencegah komplikasi

3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

Tujuan:

1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap

2. Komplikasi tidak terjadi

3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain

4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan

5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

Tujuan :

Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi :

Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

· Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.

· Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.

· Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.

· Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.

· Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

· Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan :

Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi :

Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

· Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.

· Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

· Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.

· Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :

Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.

Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.

Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Dapat menurunkan hipoksia otak.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )

Tujuan :

Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.

Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan :

Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :

Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Rencana tindakan :

· Bina hubungan saling percaya.

Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.

Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.

· Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.

Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.

· Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

· Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan :

Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :

· Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

· Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

· Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.

· Ganti posisi pasien setiap 2 jam

· Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

· Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

· Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

· Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.

· Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Kamis, 09 Juli 2009

Askep neonatus dengan ibu dm

PERAWATAN NEONATUS

DARI IBU DIABETES

II.1 DEFINISI

Bayi dari ibu diabetes adalah bayi yang dilahirkan dari ibu penderita diabetes. Satu dari 500-1000 wanita hamil adalah penderita diabetes, dan satu dari 120 kehamilan adalah gestasional diabetes.

II.2 PATO FISIOLOGI

Diabetes pada ibu hamil dapat menyebabkan berbagai gangguan pada bayi yang dilahirkannya. Gangguan tersebut antara lain :

ü Hipoglikemia. Ibu diabetes akan mengalami hiperglikemia. Hiper glikemia ibu ini juga menyebabkan hiperglikemia pada janin (difusi lelalui plasenta). Bila glukosa dapat berdifusi melalui plasenta, sebaliknya insulin ibu tidak dapat ditransfer kejanin. Hal ini menybabkan pangkreas janin terangsang untuk memproduksi insulin sendiri. Hasilnya adalah hiperinsulinemia pada janin. Segera setelah lahir terjadi pemutusan aliran darah ibu kejanin, akibatnya suplai glukosa dari ibu juga terhenti. Namun, insulin masih tetap diproduksi oleh pancreas bayi sebagai adaptasi terhadap kondisi hiperglikemia sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan hipoglikemia pada bayi yang baru lahir.

ü Makrosomia. Bayi dari ibu diabetes cenderung lebih besar dan montok daripada bayi yang lahir normal. Mekanisme yang menyebabkan janin ini tumbuh berlebih belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi, dari beberapa penelitian didapatkan ada kolerasi positif antara tingkat makrosomia janin pada ibu yang tidak mengalami konflikasi penyakit vaskuler. Hal tersebut dimungkinkan karena hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada janin secara bersama-sama dapat menyebabkan peningkatan sintesis glikogen, lipogenesis dan sintesis protein dalam tubuh janin.sebagai hasil akhirnya, janin tumbuh subur/pesat pada semua tingkat usia kehamilan yang disebut large for gestational age (LGA).

ü Respiratory distress syindrome (RDS). Bayi dari ibu diabetes mempunyai risiko tinggi mengalami RDS. Hal ini berkaitan dengan imaturitas paru sebagai akibat hiperinsulinemia janin. Hiperinsulinemia menghambat produksi surfaktan karena hiperinsulinemia empengaruhi perbandingan lesitin dengan spingomielin yang merupakan unsur utama pembentukan surfaktan.

ü Anomaly congenital. Bayi dari ibu diabetes mempunyai risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami cacat bawaan. Satu penelitian mengindikasi bahwa kadar glikosilat hemoglobin yang lebih tinggi pada pasien non-gestasional diabetes yang berhubungan dengan adanya cacat bawaan yang umum seperti hidrosefalus. Kadar gula darah yang meningkat selama trimester pertama dihubungkan dengan banyaknya kelainan malformasi fetal, seperti kelainan jantung bawaan.

ü Hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ini bisa terjadi dihubungkan dengan makrosomia, trauma kelahiran dan pendarah akibat trauma kelahiran dan prematuritas (fungsi hepar imatur).

ü Hipokalsemia.Hipokalsemia ini akibat ktidak normalan pada kadar kalsium ibu yang disalurkan pada janin. Kadar kalsium dalam darah ibu yang tinggi selama kehamilan (diabetes) direspon oleh janin berupa hipoparatiroid yang kemudian menyebabkan hipo kalsemia.

ü Trauma lahir. Hal ini terjadi akibat tubuh bayi dari ibu diabetes yang melebihi ukuran normal sehingga sering terjadi penyulit pada proses persalinan.

II.3 MANIFESTASI KLINIS

Bayi cenderung montok dan besar akibat bertambahnya lemak tubuh. Gejala klinis yang sering ditemukan dan merupakan cirri khas bayi hipoglikemia adalah tremor, lertargi, malas minum, serta gejala lain yaitu hiperpnea, apnea, sianosis, pernafasan berat, kejang, apatis, hipotonin, iritabilitas, tangisan melengking. Pada pemeriksaan diagnostik akan ditemukan peningkatan kadar gula darah, kadar kalsiun serum <7mg/ml>

II.4 PENATALAKSANAAN

Setelah lahir, semua bayi yang lahir dari ibu dibetes harus mendapat pengamatan dan perawatan intensif. Adapun penatalaksanaan umum yang dilakukan adalah:

a. Periksa adar gula darah bayi segera setelah lahir. Selanjutnya, control setiap jam sampai kadar gula darah normal dan stabil.

b. Jika kondisi bayi baik, berikan minuman setelah 2-3 jam kelahiran. Jika bayi sulit mengisap, beri makanan melalui intravena.

c. Mengatasi hipoglikemia dengan cara member infuse glukosa 10% , injeksi bolus glukosa kadar tinggi harus dihindarkan karena dapat menyebabkan hiper insulinemia.

II.5 ASUHAN KEPERAWATAN

II.5.1 Pengkajian keperawatan

Pengkajian yang dilakukan terhadap bayi dari ibu diabetes adalah mengkaji tanda RDS, hiperbilirubinemia, trauma lahir, kelainan kongenital, hipokalsemia. Pengkajian keperawatan yang cermat dan terus menerus serta perawatan yang intensif sangat penting dalam penurunan bahaya potensial.

II.5.2 Diagnosa keperawatan

Diagnose utama pada bayi dari ibu diabetes adalah :

Ø Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan peningkatan metabolisem glukosa (hiperinsulinemia).

Ø Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan distres pernafasan sekunder akibat gangguan produksi surfaktan.

Ø Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan penyakit bayi.

II.5.3 Rencana keperawatan

Ø Peningkatan kesehatan fisik, asuhan keperawatan bayi dari ibu diabetes diarahkan pada deteksi dini dan pemantauan yang terus menerus terhadap hipoglikemia (dengan cara tes glukosa), distres pernafasan, dan hiperbilirubinemia.

Ø Intervensi keperawatan secara spesifik terhadap RDS, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dan hipokalsemia akan dibahas secara khusus.

Ø Peningkatan adaptasi keluarga. Perawat member peyuluhan kepada orang tua tentang pencegahan makrosomia. Dengan cara pengontrolan dini dan terus menerus terhadap penyakit diabetes yang diderita ibu.

Ø Orang tua yang menjalankan nasihat dengan melaksanakan identifikasi dan perawatan dini, secara umum bayinya tidak mengalami masalah yang berarti.

II.5.4 Evaluasi keperawatan

Hasil yang diharapkan untuk setiap rencana dan implementasi rencana keperawatan adalah :

Ø Bayi tidak mengalami RDS dan perubahan metabolism berarti

Ø Orangtua memahami penyebab masalah kesehatan pada bayi dan langkah pencegahan yang cepat dimulai untuk menurunkan dampak diabetes dari ibu pada bayi.

Ø Orang tua menyatakan perhatiannya terhadap masalah bayi dan memahami alasan yang melatar belakangi manajemen (penatalaksanaan) yang dilakukan terhadap bayi mereka.